Diberdayakan oleh Blogger.

Featured

Jumat, 02 November 2012

Penikahan


BAB I

PENDAHULUAN


1.1.LATAR BELAKANG


            Nikah, istilah yang mungkin sering masuk ke pikiran seseorang ketika usia telah dewasa. Harapan ingin mendapatkan pasangan hidup dan anak terkumpul pada kata tersebut. Namun, sayang sekali ketika seseorang yang hendak melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, mereka tidak mengetahui tentang hukum-hukum seputar nikah, yang akhirnya banyak sekali pasangan-pasangan yang menjalankan pernikahannya tidak mengetahui batasan-batasan nikah, baik syarat sah atau pembatal pernikahan tersebut. Mereka berkata yang sesungguhnya telah termasuk pembatal pernikahan, namun karena mereka tidak tahu, mereka tetap merasa masih berstatus menikah, padahal karena perkataannya tersebut telah batal lah pernikahan mereka, dan hubungan mereka menjadi hubungan perzinaan (na'udzubillah), semoga AllahTa’ala mengampuni ketidaktahuan mereka
            Disamping itu, ketidaktahuan mereka akan hukum-hukum nikah, termasuk menjadi sebab banyaknya pasangan-pasangan yang tidak langgeng dalam pernikahannya. Mereka mengharapkan hak yang sebenarnya bukan hak mereka dan mereka tidak mengerjakan tugas yang sebenarnya kewajiban mereka, sehingga hubungan tidak harmonis dan perceraian menjadi hasil akhir dari pernikahan tersebut.
            Oleh karenanya, pengetahuan tentang fiqih nikah sebelum seseorang melangsungkan pernikahan menjadi sesuatu yang wajib, sebagaimana wajibnya seseorang mempelajari fiqih shalat, puasa, naik haji, dll sebelum seseorang mengerjakannya.
            Pada kesempatan ini, marilah kita sedikit belajar tentang fiqih nikah sebagai bekal kita menaungi kehidupan pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah.  Aamiin.

1.2.RUMUSAN MASALAH

1.      Apakah pengertian dan hokum dari pernikahan?
2.      Apa pengertian dan pembagian mahrom nikah?
3.      Apa saja rukun dan syarat nikah?
4.      Apakah hikma penikahan?
5.      Beberapa macam pernikahan terlarang?
6.      Berapa macam wali dan saksi?
7.      Apakah pengertian mahar?
8.      Apa pengertian dan hukum perceraian?
9.      Apa pengertian dan macam-macam iddah?

1.3.TUJUAN

1.      Agar mengerti pengertian nikah dan hokum pernikahan
2.      Agar mengerti pengertian dan pembagian mahrom nikah
3.      Agar tahu rukun dan syarat nikah
4.      Agar tahu hikma dari pernikahan
5.      Agar tahu macam-macam pernikahan terlarang
6.      Agar tahu macam-macam wali dan saksi
7.      Agar mengerti pengertian mahar
8.      Agar mengerti pengertian dan hokum perceraian
9.      Agar mengerti pengertian dan macam-macam iddah




BAB II

NIKAH

2.1.PENGERTIAN DAN HUKUM PERKAWINAN

2.1.1.         Pengertian Nikah
Nikah menurut bahasa berarti mengumpulkan atau menjodohkan sedangkan menurut istilah syara’ adalha suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dengan ketetapan yang berlaku.
Dalam pengertian tersebut berarti nikah merupakan suatu  ikatan lahir bathin antara dua orang, laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu keluarga dan mengharapkan hadirnya keturunan dalam keluarga dan mengharapkan dalam pernikahan tersebut. Allah SWT berfifman dalam Al-Qur’an ;


Artinya: dan kawinilah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah maha luas ( pemberian-Nya) lagi maha mengetahui. (QS.An Nur : 32)
            Hukum Nikah
Sesuai dengan situasi dan kondisi ada lima macam
     a. Jaiz (di perbolehkan ) ini asal hokum nikah.
     b. Sunnah bagi yang berkehendak serta mampu memberi nafkah, sandang pangan dan
         lain sebagainya.
     c. Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah  dan dikhawatirkan terjerumus                                     kelembah perzinaan.
     d. Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
     e. Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.

2.2.     PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN MAHROM NIKAH

2.2.1.      Sebab-sebab haram menikah untuk selamanya
Diharamkan karena faktor keturunan;
     a. Ibu dan seterusnya keatas.
     b. Anak perempuan dan seterusnya kebawah.
     c. Saudara perempuan(sekandung, seayah atau seibu).
     d. Bibi(saudara ibu,  baik yang sekandung atau dengan perantaraan ayah dan ibu).
     e. Bibi(saudara ayah, baik yang sekandung atau dengan perantaraan ayah dan ibu).
     f. Anak perempuan dari saudara laki-laki teerus kebawah.
     g. Anak Perempuan dari saudara perempuan terus kebawah.
Diharamkan karena faktor susuan(Rodho’ah)
a. Ibu yang menyusui.
b. Saudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan.
Diharamkan karena faktor mushoharoh/ perkawinan.
Ibu istrinya(mertua) dan seterusnya keatas, baik ibu dari keturunan atau susuan.
Robibah yaitu anak tiri(anak istri yang dikawin dengan suami lain), jika sudah bercampur dengan ibunya.
Mantan/ bekas menantu perempuan.
Ibu tiri(wanita yang pernah dikawini oleh ayah, kakek sampai keatas)
            2.2.2    Sebab-sebab haram menikah untuk sementara
Keharaman menikah itu hanya bersifat sementara, apabila sebab-sebab itu tidak ada, maka perempuan itu menjaadi boleh dikawini. Sebab-sebab itu ialah;
-          Pertalian pernikahan(masih bersuami).
-          Thalaq ba’in kubro(perceraian sudah tiga kali).
-          Memadu dua orang perempuan bersaudara.
-          Berpoligami lebih dari empat orang.
-          Perbedaan agama:
  1. Perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki non muslim.
  2. Perempuan musryik haram dinikahi laki-laki muslim.

2.3.     RUKUN DAN SYARAT NIKAH

2.3.1.      Pengertian laki-laki dengan syarat;
-          Islam
-          Bukan mahrom bgi calon istri
-          Tidak menghimpun dua wanita saudara sekandung
-          Bukan dalam keadaan ihrom
-          Tidak di paksa atau terpaksa
-          Bukan laki-laki yang memiliki empat istri
Pengantin perempuan dengan syarat;
-          Tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain
-          Tidak dalam keadaan ihrom, haji dan umroh
-          Perempuan bukan waktu iddah
-          Bukan mahrom bagi calon istri
2.3.2.      Wali (wali si perempuan) dengan syarat;
-          Islam               - Berakal                      - Merdeka
-          Laki-laki          - Baligh                       - Adil
2.3.3.      Dua orang saksi dengan syarat;
-          Islam               - Baligh                       - Merdeka
-          Laki-laki          - Berakal                      - Adil
2.3.4.      Mahar (Maskawin)
Mahar adalah merupakan lambing kesiapan dan kesediaan suami untuk memberi nafkah secara lahir kepada istri dan anak-anaknya.


Artinya: berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya. (QS.AN Nisa’ : 4)
2.3.5.      Shighot (ijab qobul)
-          Harus menggunakan kalimat yang bermakna nikah
-          Antara ijab dan qobul harus sambung tidak boleh di selinggi perkataan lain
-          Kalimat ijab da qobul harus di ucapkan dan bearada dalam suatu majlis
-          Tidak di gantungkan dengan suatu syarat
-          Tidak dibatasi dengan waktu tertentu

2.4.     HIKMAH NIKAH





Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih saying. Sesunguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar Ruum : 21)
Antara lain :
-          Dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT
-          Dapat menenangkan dan menentramkan hati nurani
-          Dapat menciptakan ukhuwah islamiyyah
-          Dalam menjadika keluarga sakinah, mawaddah warohma
-          Dapat memperbanyak keturunan dan amal perbuatan

2.5.     MACAM-MACAM PERNIKAHAN TERLARANG

2.5.1.      Nikah mut’ah
            Yaitu nikah yang di lakukan seseorang dengan tujuan semata-mata untuk melampiaskan hawa nafsu dan bersenang senang untuk sementara waktu, seperti seminggu, sebulan, setahun dan sebagainya.
2.5.2.      Nikah syighor
            Yaitu wali menikahkan seorang perempuan yang di bawah kekuasaannya kepada laki-laki lain tanpa maskawin, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan member imbalan.
2.5.3.       Nikah muhallil
Yaitu nikah yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk menghalalkan perenpuan yang di nikahinya agar dapat menikahinya lagi bekas suaminya yang sudah mentholaq tiga kali (tholaq ba’in)

2.5.4.      Nikah antar agama
Yaitu menikahkan orang muslim atau muslimah dengan orang yang bukan beragama islam.
Allah berfirman ;




Artinya:
2.5.5.      Nikah khodan (pergundikan)
Yaitu menikah hanya sekedar menjadikan perempuan sebagai piaraan dan pemuas hawa nafsunya orang laki-laki.

2.6.     MACAM-MACAM WALI DAN SAKSI

Pelaksanaan aqdun nikah tidak sah, kecuali dengan  seorang wali (dari pihak perempuan) dan dua orang saksi yang adil.
Wali adalah orang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki yang sesuai dengan syari’at islam, sedangkan saksi adalah orang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan prosesi ijab qobul dan pernikahan. Wali dalam pernikahan mempunyai kedudukan yang sangat penting, bahkan dapat menentukan sah dan tidaknya pernikahan, pernikahan tanpa wali hukum nya tidak sah dan pernikahan nya batal. Allah berfirman:




Artinya:
2.6.1.      Wali nasab
Yaitu wali yang ada hubungan darah dengan perempuan yang akan di nikahkan, wali yang lebih dekat dengan perempuan disebut’’ wali aqrob’’ dan yang jauh dengan perempuan disebut’’wali ab’ad’’. Adapun urutan wali adalah :
a.       Ayah kandung
b.      Kakek dari ayah
c.       Saudara laki-laki sekandung(seibu dan seayah).
d.      Sadara laki-laki seayah
e.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu seayah
f.       Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
g.      Paman(saudara bapak laki-laki) sekandung
h.      Anak laki-laki dari paman(dari bapak)
i.        Hakim
Kewajiban untu menjadi wali, menurut imam syafi’i adlah harus di urut yaitu apabila nomer 1 tidak ada maka yang menjadi wali harus nomer 2 dan seterusnya.  Perpindahan wali tersebut di karenakan beberapa hal seperti mati, atau masih hidup tetapi kafir, gila dan lain sebagainya.
2.6.2.      Wali mujbir
Yaitu wali yang berhak mengawinkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dengan tanpa meminta izin lebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Orang yang berhak menjadi wali mujbir dan sedalah ayah,kakek keatas dan seterusnya. Sedangkan perempuan yang boleh dinikahkan dengan wali mujbir adalah perempuan yang belum sampai umur tamyiz dan orang yang kurang akal nya, menikahkan wanita tersebut diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan yaitu:
  1. Tidak ada permusuhan antara laki-laki dengan wanita yang akan dinikahkan
  2. Antara laki-laki dan wanita itu harus sekuf’u(seimbang)
  3. Calon suami tidak mampu membayar mas kawin
  4. Calon suami tak mempunyai cacat yang membahayakan
2.6.3.      Wali hakim
Yaitu kepala negara yang beragama islam dan biasanya dilimpahkan kepada pengadilan agama lalu mengangkat orang lain menjadi hakim(kepala KUA) untuk mengakadkan nkah perempuan yang berwali hakim tidak
2.6.4.      Wali adal(tidak mau menikahkan)
Yaitu wali yang tidak mau menikahkan anaknya karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya tidak di setujui perniakahannya. Apabila terjadi seperti ini maka perwalian pindah langsung kepada wali hakim, sebab adal itu dhalim, dan yang bisa menghilangkan kedhaliman itu adalah hakim

2.7.     MAHAR(MAS KAWIN)

2.7.1.      Pengertian mahar dan hukumnya
Apabila melangsungkan pernikahan suami diwajibkan memberikan sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang, pemberian tersebut dinamakan mahar(mas kawin).


Artinya:
2.7.2.      Mahar mitsil
Yaitu mahar yang besarnya atau banyaknya diukur dengan besarnya mahar yang diterima oleh saudara perempuan, bibi atau kerabat perempuan lainnya yang sudah terlebih dahulu menikah. Mahar mitsil ini diberlakukan ketika dalam akad nikah tidak disebutkan jumlah atau besarnya.

2.8.     PENGERTIAN DAN HUKUM PERCERAIAN

2.8.1.      Pengertian dan hukum tholaq menurut bahasa berarti melepas tali, sedangkan menurut istilah adalah melepaskan ikatan perkawinan dari pihak suami kepada istrinya dengan mengucap lafadz tertentu. Tholaq itu berhukum halal, namun merupakan perbuatan yang di benci allah SWT.
2.8.2.      Hukum tholaq dengan melihat kemaslakhatan dan keburukannya ada 4 macam:
  1. Wajib apabila perselisihan itu tidak bisa dislesaikan dan dipandang perlu kiranya keduanya harus bercererai
  2. Sunah yaitu apabila suami tidak sanggup mencukupi nafkah istrinya atau istri tidak bisa menjaga kehormatan dirinya
  3. Haram yaitu apabila suami menjatuhkan thalaq sewaktu istri dalam keadaan haid atau menjatuhkan thalaq sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu
  4. Makruh yaitu hukum asal dari perbuatan thalaq
2.8.3.      Rukun dan syarat thalaq
a.      Suami yang menthalaq dengan syarat :
1.       mempunyai ikatan nikah yang sah dengan istri yang di thalaq
2.      Baligh
3.      Berakal
4.      Kemauan sendiri
b.      Istri yang dithalaq dengan syarat:
1.      Mempunyai ikatan yang sah dengan suami yang menthalaq Dalam kekuasaan suami
2.      Ucapan thalaq
            Kalimat thalaq ada dua macam yaitu:
            Pertama: shorih(jelas)yaitu kalimat thalaq yang di ucapkan dengan jelas seperti       ucapan”kamu saya thalaq”
            Kedua: inayah(sindiran)yaitu kalimat thalaq yang diucapkan dengan sindiran dan tidak     jelas maksudnya tergantung niatnya ucapan tersebut. Seperti ucapan suami”pulanglah           kerumah orangtuamu”
2.8.4.      Macam-macam thalaq
A.    Ditinjau dari segi jumlahnya
a.       Thalaq satu, yaitu thalaq yang dijatuhkanpertama kali
b.      Thalaq dua, yaitu thalaq yang dijatuhkan kedua kalinya, atau pertama kalinya tetapi dengan dua thalaq sekaligus
c.       Thalaq tiga, yaitu thalaq yang dijatuhkan ketiga kalinya, atau pertama kalinya tetapi diucapkan tiga kali sekaligus
B.     Ditinjau dari segi dibolehkannya kembali  atau tajdidunnikah dengan mantan istri
a.       Thalaq raj’i, yaitu thalaq yang suaminya boleh rujuk kembali dengan mantan istrinya
b.      Thalaq ba’in, yaitu thalaq yang suaminya tidak boleh rujuk kembali dengan mantan istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu.
Thalaq ba’in ada dua macam
Pertama: ba’in sughra, yaitu thalaq yang tidak boleh rujuk dengan mantan istrinya, tetapi boleh dinikahi kembali dengan akad nikah dengan mas kawin baru
Kedua: ba’in kubra, yaitu thalaq tiga, dalam hal ini suami tidak boleh rujuk kembali dan tidak boleh dinikahi kembali, kecuali kalau mantan istrinya sudah pernah dikawin orang lain
C.     Ditinjau dari segi jelas dan tidaknya ucapan thalaq
a.       Kalimat shorih
b.      Kalimat kinayah
D.    Ditinjau dari segi dijatuhkan thalaq
a.       Thalaq sunni, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri dimana istri dalam keadaan suci dan belum disetubuhi.
b.      Thalaq bid’ah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri diman istri dalam keadaan haid atau suci tetapi sudah pernah disetubuhi.
c.       Thalaq bukan sunni dan bukan bid’ah, yaitu thalaq yang dijatuhkan kepada istri yang masih kecil, istri yang sudah putus darah, istri yang telah mengandung dan isri yang khuluq dan belum pernah dijimak
E.     Ditinjau dari segi penyampaian thalaq
a.       Dengan ucapan
b.      Dngan tulisan
c.       Dengan isyarat
d.      Sengan utusan orang lain
F.      Ditinjau dari thalaq dipaksa(ta’liq thalaq)
a.       Thalaq dipaksa orang lain tanpa keamanan sendiri, hukumnya sama dengan thalaq kinayah
b.      Ta’liq Thalaq adalah menggantungkan thalaq dengan sesuatu seperti kalimat suami’’apabila engkau keluar rumah tanpa izin saya maka kamu saya thalaq’’

2.9.      PENGERTAIN DAN MACAM-MACAM IDDAH

            Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan bagi perempuan yang diceraikan suaminya atau ditinggal mati suaminya, iddah ini diberlakukandengan maksud  untuk menentukan perempuan itu apakah kondisinya hamil atau tidak setelah diceraikan atau ditinggal mati suaminya itu. Jadi wanita itu tidak boleh dipinang atau dinikahkan, kecualisesudah masa iddahnya selesai. Adapun waktu lamanya iddah bermacam-macam yaitu:
a.       Perempuan yang sedang hamil, apabila diceraikan atau meninggal dunia suaminya maka masa iddahnya adalah sampai anak itu lahir dari kandungannya (bersalin).
b.      Perempuan yang tidak hamil, apabila diceraikan atau meninggal dunia suaminya, maka masa iddah nya adalah 4 bulan 10 hari.
c.       Perempuan yang dicerai oleh suaminya kalau mempunyai haid, iddahnya adalah 3 kali suci, tidak dicampuri (setubuhi) oleh suaminya, maka suci suawaktu perceeraian itu terhitung  satu kali.
d.      Apabila didalam suci waktu perceraiannya telah dicampuri suaminya, maka suci yang pertama di hitung dari sejak sucinya setelah haid yang pertama sesudah perceraian. Begitu juga perceraian yang terjadi waktu haid, terhitung tiga kali sucinya dari sucinya sesudah haid yang terjadi sewaktu perceraian itu.
e.       Perempuan yang dicerai mandul atau sudah lanjut usianya dan tidak pernah haid lagi, sehingga tidak mungkin akan diharapkan akan bisa hamil, maka iddahnya adalah tiga bulan.
f.       Perempuan yang diceraikan suaminya sebelum dicampuri (disetubuhi) maka tidak ada iddahnya.

BAB III

SIMPULAN




DAFTAR PUSTAKA